Hakikat Shalat

Tanya:
Yang ingin saya tanyakan adalah mengenai hakekat salat, dimana salat itu dapat mencegah perbuatan keji dan munkar, namun saya pernah bertemu orang yang suka pakai drug dan alkohol yang juga suka salat dalam keadaan pengaruh drug itu sendiri (habis pake lalu salat). Sehingga salat yang bagaimana yang sebenarnya mencegah perbuatan keji dan munkar itu.
 
 

 

Jawab:
Yang penting diketahui mengenai salat –ibadah apa saja pun demikian– adalah bahwa salat itu tidak sekedar pekerjaan lahir yang cukup dengan gerakan-gerakan badan (ruku’, i’tidal, sujud, dst). Namun
dimensi batin juga harus dipenuhi. “Dirikanlah salat untuk mengingatKU”
(Thaha: 14).

Mengingat
melalui semua ucapan dan gerakan salat. Ucapan yang harus disertai kesadaran akan makna apa saja yang diucapkan. Gerakan yang disertai kesadaran akan isyarat ketundukan kita hanya kepada Allah. Saya yakin jika ini terpenuhi, maka salat akan berfungsi semestinya: mencegah perbuatan keji dan mungkar. Namun, jika hal itu tak terpenuhi, jangan harap dia bisa menghentikan kemungkaran- kemungkaran
berkat salat.

Tak kurang cerita, mirip dengan yang Anda ceritakan, seorang pelacur yang tetap melaksanakan salat. Maka ibaratnya, orang-orang seperti itu hanyalah ‘memberhalakan’ salat. Padahal salat itu perantara –yang harus ditempuh– untuk mencapai dzat yang kita sembah: Allahu akbar, Allah Maha Besar.

Bahkan bisa lebih parah lagi, seseorang yang kemungkaran-kemungkarannya tidak terhenti berkat salat, pekerjaannya itu hanya akan menjauhkannya dari Allah. Karena jika salat saja tidak mampu menghentikannya dari berbuat mungkar, bagaimana pula dengan ibadah-ibadah lainnya. “Barang siapa yang salatnya tidak sanggup menghentikannya dari berbuat keji dan mungkar maka dia hanya akan menambah jarak saja dari Allah (semakin jauh)”, kata sebuah hadis. Na’uudzubillah, kita berlindung dari Allah dari hal-hal demikian.

Coba sekarang Anda renungi, mungkinkah seseorang yang memanjatkan “iyyaaka na’budu, waiyyaaka nasta’iin, ihdinaash shiraathal mustaqiim” (Hanya kepadaMU kami menyembah, dan hanya kepadaMU kami minta pertolongan, tunjukkanlah kami jalan yang lurus”) 17 kali sehari secara tulus dari lubuk hati, disertai kesadaran penuh ia sedang menghadap Tuhannya, tapi dia tetap saja maksiat? Tentu tidak.
Wallahua’lam bisshawaab.

Tanya:

Saya mau tanya tentang waktu-waktu yang dilarang melakukan shalat dan kenapa hal tersebut dilarang?

Jawab:

Waktu-waktu yang dilarang melakukan salat adalah:

2. Ketika matahari berada di puncak (tepat tengah hari) hingga bergesar ke arah barat.

3. Ketika matahari mulai menguning menjelang terbenam, hingga terbenam.

Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan Muslim, sahabat ‘Uqbah bin ‘Amir berkata: “Tiga waktu dimana Rasulullah saw melarang kita melakukan salat dan mengubur jenazah”. Lalu disebutnya ketiga waktu tersebut di atas.

Mengapa salat dalam waktu tersebut dilarang? Adalah semata karena dilarang oleh Nabi Muhammad saw. Dan perlu diketahui, bahwa kebanyakan masalah Ibadah adalah tauqiifiyah, artinya tidak bisa dirasionalkan, seperti juga masalah jumlah rakaat-rakaat dan waktu-waktu salat fardhu, kesemuanya tidak akan bisa terjangkau oleh penjabaran rasional.
Para ulama berbeda pendapat mengenai salat apa saja yang dilarang dilakukan dalam waktu-waktu tersebut. Jumhur (mayoritas ulama: Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanbaliyah) mengatakan bahwa
yang dilarang adalah salat-salat sunnah muthlaq, yaitu salat sunnah yang tanpa sebab.

Adapun waktu-waktu yang makruh menjalankan salat sunnah adalah: setelah salat Subuh, setelah salat Asar, Sebelum salat Maghrib, ketika khatib telah mulai khutbah, ketika sedang iqamah untuk salat jamaah, sebelum salat ‘Ied dan setelah salat ‘Ied di masjid. Waktu-waktu tersebut karena berdekatan sekali dengan waktu-waktu yang dilarang salat.
Hanya Imam Hanafi yang mengatakan bahwa salat apapun tidak akan sah bila dilakukan dalam waktu-waktu tersebut.
Wallahu A’lam.
Adapun melakukan salat-salat fardhu, ataupun qadha salat fardhu, maka tidaklah dilarang melakukannya di dalam waktu-waktu tersebut. Adapun salat sunnah yang mempunyai sebab seperti sunnah salat thawaf, maka hukumnya makruh.
1. Ketika matahari terbit hingga naik setinggi ujung tombak (kurang lebih 4-5 meter) menurut penglihatan mata.
Waktu-waktu yang Terlarang untuk Shalat

Orang yang Anda temui itu juga demikian. Bagaimana mungkin orang mabuk sadar dengan apa yang dilakukannya. Makanya tepat sekali ayat Al-Nisaa’: 43 “Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu salat sedangkan kamu dalam keadaan mabuk, agar kamu mengerti apa yang kamu ucapkan…”.
Mengapa saat mabuk dilarang salat, tentu karena orang mabuk tidak sadar dengan apa yang dikatakannya. Sadar saja tidak, apalagi mengingat Allah.

About Rudi Kurniawan

Knowledge is power, but character is more.
This entry was posted in Religi. Bookmark the permalink.

6 Responses to Hakikat Shalat

  1. WOWOK says:

    ayat al anisaa; 43, apa termasuk berlaku juga bagi orang yang tidak ingat/ tidak sadar, tidak berdikir kepada Allaoh? Sebab saya kira banyak juga orang yang mengaku beragama islam tetapi dalam salatnya dia tidak sadar apa yang terkandung dalam ucapan shalatnya. hakekatnya sama dengan mabuk karena tidak menyadari apa yang diucapkan. Mohon penjelasan. trimakasih.

  2. Rudi says:

    Bagi orang yang sadar tetapi melalaikan ibadahnya atau sholatnya tentu saja tidak disamakan dengan orang yang mabuk. Yang demikian semoga saja diberi hidayah oleh Nya. Karena sesungguhnya orang-orang tersebut belum dibukakan hatinya. Wawlahu alam….

  3. yusuf al-batanji says:

    penjelasan di atas sudah benar, bahwa shalat yang dapat menjauhkan diri dari perbuatan keji dan munkar itu bila shalatnya secara khusyuk dan benar2 menghambakan diri pada allah.hati, pikiran, gerakan harus menyatu menghambakan diri pada allah

  4. Alhamdulillah, terimakasih pencerahannya, semoga bermanfa’at dan diturunkan Rahmat bagi yg menulis dan membacanya, Amiin

  5. Rudi says:

    Amin….Insya Allah…

Leave a comment